Februari 16, 2012 | By: tiiadhiitya

Penantian

Aku kembali terpaku pada panorama yang tak asing lagi. Sebuah panorama yang selama ini begitu akrab dengan kehidupaku di sekolah yang hijau ini. Di depanku berdiri kokoh sebatang pohon mangga yang tegar dalam kesendirian. Pohon itu dikelilingi rumput yang basah yang bermandi matahari. Perlahan sisa tetesan embun yang hinggap di atasnya sirna seiring dengan pagi yang semakin tua. Di tempat yang penuh kenangan ini aku masih menunggunya dengan setia, bagiku setia tidak pernah sia-sia.

Masih bisa kuhirup aroma pagi walau matahari sudah agak meninggi. Pukul duabelas, saat yang tepat untuk menunggunya disini, selasar sebuah masjid yang teduhkan jiwaku. Melapangkan pikiranku dari jenuhnya suasana pembelajaran. Hal inilah yang menjadi salah satu alasanku untuk segera kembali ke tempat ini begitu pembelajaran usai. Begitu juga dengan teman-temanku yang saat ini, dibelakangku sedang asyik membicarakan rencana perjalanan kami ke Malang beberapa minggu lagi. Seusai sekolah tempat ini selalu jadi tujuan mereka. Dan kini aku bersama teman-temanku menikmati matahari dan berbagai aktifitas yang saat ini terpajang di depan mata kami. Tanpa henti aku memohon pada Tuhan agar siang ini aku dipertemukan dengannya, anak adam yang akhir-akhir ini telah mendobrak semesta hatiku dan membuatku jatuh cinta.

Kutebar pandanganku. Di kananku sebuah masjid yang berdiri megah, masjid itu bernama Nurul Ilmi. Tempat ini adalah salah satu tempat yang paling sering kusinggahi. Di beranda masjid kulihat beberapa siswa sedang membaca Al-quran. Aku tersenyuh melihatnya. Bagaimana tidak? Akhir-akhir ini aku begitu jarang menyentuh kitab suci. Sungguh, aku benar-benar merasa berdosa.


Tak jauh dari situ kulihat seorang lelaki yang sedang duduk termenung menatap kearah pohon mangga, seperti aku. Tetapi setelah kuamati, sesekali lelaki itu tersenyum kecil seakan sedang bercakap-cakap dengan rumput. Entah apa yang sedang ia pikirkan. Mungkinkah dia sedang terperosok kedasar lembah cinta sepertiku? Entahlah yang jelas wajahnya tampak tersenyum.

Di depanku, di balik pagar ada dua lelaki yang sedang menggoda siswi smp yang berjalan didepannya. Mereka membuatku teringat pada seseorang yang saat ini ku tunggu. Apa yang sedang dilakukannya siang ini? Kuharap dia tidak sedang menggoda wanita lain seperti yang dilakukan oleh dua lelaki itu. Seperti pangeran, yang saat ini semakin membuat kesabaranku nyaris habis. Hatinya begitu indah untuk dicinta. Dan dari cahaya matanya aku tahu bahwa dia adalah adam yang tercipta dari rusukku. Tetapi mengapa dia belum muncul juga?
Tanpa terasa matahari semakin tinggi, hampir tepat di atas kepalaku. Langit yang menyajikan pemandangan biru muda nyaris tak dihinggapi awan. Udara sudah mulai panas. Kulepaskan jaketku yang kupakai sejak tadi. Ternyata wajahku basah karena keringat. Suasana disekelilingku semakin ramai saja. Berbondong-bondong para siswa dari berbagai arah menyerbu selasar masjid yang sebelumnya tampak lengang. Teman-temanku tak lagi membicarakan rencana perjalanan kami ke Malang. Beberapa diantara mereka ada yang kembali kekelas dan ada juga yang ke kantin untuk makan. Sedang yang lainnya terlihat tidur-tiduran, mendiskusikan tugas, mengobrol dan dua temanku yang kebetulan berpacaran sedang duduk berdua sekitar tujuh langkah dari sampin kananku. Huh, jujur saja aku sedikit iri pada mereka. Sepertinya mereka sangat menikmati cinta. Tidak seperti aku yang terkadang begitu merana oleh sebuah penantian sambil mendengarkan lagu Adrian Martadinata yang judulnya Ajari Aku dengan menggunakan handphoneku.

Adzan dhuhur berkumandang, menyerukan panggilan untuk segera menghadap-Nya. Sebagian siswa segera mengambil air wudhu dan sebagian lagi terlihat masih duduk-duduk memenuhi selasar masjid untuk menunggui tas teman-teman mereka yang pergi sholat terlebih dahulu. Segera kumatikan handphoneku, setelah menitipkan tas dan jaketku pada temanku yang kebetulan sedang ”libur sholat”, aku segera mengambil air wudhu dan sholat. Seusai sholat aku berdo’a pada Tuhan agar aku bisa dipersatukan dengannya, aku ingin menjadikannya sebagai matahari cintaku. Kemudian aku segera kembali keselasar masjid. Aku masih berharap bisa bertemu dengannya siang ini, atau paling tidak aku bisa melihatnya walaupun dari kejauhan. Yang jelas di dasar hati terdalamku aku ingin lebih dekat dengannya.

Aku dan teman-temanku segera merapikan barang bawaan kami, lalu segera memakai sepatu. Tetapi akupun mencegah teman-temanku tuk beranjak dari masjid. Karena aku masih ingin bertemu dengannya. Sekali lagi kuamati sekelilingku. Masih bisa kurasakan suasana ramai khas tempat ini yang terjadi setiap hari kecuali hari sabtu dan minggu.

Dan akhirnya penantianku tidak sia-sia. Tepat didepanku, dia bersama teman-temannya berjalan menuju masjid untuk melangsungkan sholat dzuhur. Tidak aku sangka sebelumnya, saat dia berada di selasar masjid. Dia memberikan senyuman terindahnya untuk aku dan dia menyapaku. Sungguh hati ini berdebar dan merinding mendengar suaranya. Semoga ini awal yang baik untukku bisa bersama dia. Aku bahagia ..

0 komentar:

Posting Komentar