Februari 16, 2012 | By: tiiadhiitya

Menanti Dalam Ketidakpastian

Saat aku terbaring di kamar, khayal ku terbang jauh sambil memandang rembulan yang bersinar di awan, sunyi dan sepi semakin aku rasakan, aku masih terdiam di penghujung malam sunyi, entah mengapa mataku gak bisa untuk aku pejamkan, aku mencoba memejamkan mataku, tapi tetap tak bisa, aku lelah aku kesal mengapa aku gak bisa tidur. bulan itu mulai di tutupi awan kelam, semakin gelaplah pikiranku saat tak ada lagi yang menemaniku saat ini. Aku ingin bulan itu kembali mengukirkan cahaya dan melepaskan kegelapan yang saat ini aku rasakan.
Malam yang begitu indah tak mampu menghapus kebimbanganku akan cinta. Aku tak pernah mengerti arti cinta yang sebenarnya. Aku selalu terluka sebelum aku merasakannya. Indahnya disayangi belum pernah aku dapati. Kenapa aku selalu mencintai orang yang tak mencintaiku, sementara aku selalu menyia-nyiakan orang yang menyayangiku dengan tulus. Apakah ini karma untukku? Hatiku begitu bimbang, perasaanku begitu jelas terpancar diwajahku.

Wajahnya selalu ada dalam pikiranku, melihatnya begitu membuat hatiku merasa tentram dan damai sebut saja Wahyu Anggodo Putra dialah sesosok pria yang telah memikat hatiku sejak aku mulai masuk kelas XI.

Awalnya aku merasa biasa saja dekat dengan Putra, hanyalah sebagai sahabat, tidak ada perasaan lain. Tetapi aku merasa ada perasaan lain yang tumbuh di hatiku. Bukan sekedar sahabat, ada rasa yang ingin memilikinya. Apakah aku suka sama Putra ? ahh...rasanya tidak mungkin, aku tidak boleh suka sama Putra, sahabat aku sendiri. Aku harus bisa melupakan perasaan ini, harus, sebelum yang lainnya tau.

Semakin lama rasa ini semakin kuat, apa yang harus aku perbuat ? Apakah aku harus nyatakan perasaanku ini. Namun, aku tau dia tak suka denganku karena dia memiliki gadis yang ditunggunya selama setahun lebih, gadis itu adalah Hima. Ketika dia cerita tentang Hima kepadaku rasanya hati ini merasa sakit, namun apa boleh buat aku hanya seorang sahabatnya dan aku tak berhak marah. Dikamar aku membuka jendela dan menatap sang bulan dan bintang sambil menangis ”kenapa,setiap aku  mencintai seseorang pasti ada saja halangannya, yang ada mencintainyalah atau di suka ma oranglah.”

Malam telah larut seiring pergeseran rembulan ke ufuk barat. Aku pun masuk sekolah bersama dengan 4 sahabatku yg setia menemaniku setiap saat, mereka adalah dewi, ima, hida dan ela. Diantara 4 temanku yang selalu datang duluan adalah ima karena rumahnya sangat jauh dari sekolah, saat itu aku datang lebih awal karena ayahku masuk kerja pagi. Ketika itu aku sesampai disekolah aku langsung masuk kelas dan terdiam ”cha,kenapa kamu nglamun, ada masalah apa?”Tanya Ima. “aku gk papa kok.”jawabku singkat. aku terus menyimpan rasa sakit hati yg aku derita.

Sampai pada akhirnya aku harus menerima kenyataan yang begitu suram tuk ku terima dan lebih menyakitkan itu bukan dari bibir manisnya melainkan dari teman-temanku yang tanpa sengaja aku dengar. Ternyata feelingku mengatakan benar, Putra dan Hima Akhirnya jadian. Disitu perasaanku begitu terjawab dan menambah kesedihanku. Namun, sekali lagi aku tak dapat berbuat apa-apa karena dia hanyalah sahabatku.

Pengen rasanya air mata ini keluar namun, kondisinya sangat tidak memungkinkan karena saat itu sedang disekolah. Yang aku lakukan saat itu hanya terdiam dan termenung bagaimana tidak aku megetahui mereka jadian dari orang lain. Dalam pikirianku semapat terlintas pertanyaan ”apakah dia menganggap aku sahabat? Tapi kenapa jika dia anggap aku sahabat, dia tak menceritakan kabar gembiranya kepadaku?”. Aku ingin cepat-cepat bel sehingga aku bisa langsung pulang dan meneteskan air mataku dan tak lama kemudian bel pulang berbunyi ternyata Allah mengabulkandoaku.

Keesokan harinya ..

“ Icha, kok baru datang ? “ Tanya Dewi.

“ iya… tadi pagi bangunnya agak telat, abis tadi malem kerjain tugas.” Jawabku dengan suara yang agak sesak.

“ kamu habis nangis ya ? “ todong Ela. 

Dengan seksama Dewi juga ikut memperhatikanku.                   

“ Ya…bener, Icha habis nangis, karna matanya terlihat seperti bola golf, dan hidungnya juga merah.

Aku hanya tersenyum. Aku pun menarik napas panjang – panjang untuk mengurangi rasa sakit yang bersarang dalam hatiku.

“ lupain aja si Putra….. masih banyak cowok ! “

“ dia sudah punya yang lain, kamu gak perlu nagisin dia.

Jam istirahat tiba, Aku dan Dewi berjalan menuju kantin.

“ Wi, aku sayang sama Dia, “ Dewi memandangku dengan tatapan bingung.

“ maksud kamu apa ? “ Tanya Dewi dengan wajah kaget.

“ iya aku sayang sama Putra, “ jawabku.

Sejak MOS kita udah satu kelas. Namun, kita tak dekat.

Dewi mencoba untuk memahami apa yang barusan aku ucapkan. Untuk beberapa menit kami diam dengan pikiran masing – masing, sampai Dewi memulai bersuara.

“ Terus kamu da bilang perasaan kamu ke Putra ? “ tanya Dewi dengan suara yang semakin tegas.

“ aku belum bilang perasaanku. Aku takut, Wi.

Di satu sisi aku ingin bilang, tapi di sisi lain aku takut pertemanan ini rusak.

“ kenapa kamu mesti takut, cha ? “ ujar Dewi.

Kalau kamu memang sayang, suka sama dia, kamu mesti bilang sama dia. Jadi dia bisa tahu perasaan kamu. Kamu juga gak bakal tersiksa kayak gini.

“ aku takut dia marah ! “ jawabku dengan lemas.

“ cha, terkadang kejujuran itu manyakitkan. Tapi dengan kejujuran kita bisa dapat jawaban dari semua keraguan kita. ! “ Ucap Dewi, memberi kekuatan untukku.

Sekilas pandanganku tertuju pada satu pemandangan. Pemandangan yang sebenarnya tak inginku lihat. Putra melintas di koridor depan kelasnya bersama Hima, pacarnya.

Dan tanpa aku bisa bendung lagi, air mata yang sejak tadi kutahan akhirnya mengalir juga. Dewi dan Ima yang melihat aku langsung menghela napasnya, hampir bersamaan. Mereka bisa merasakan apa yang aku rasakan. Sakit, sedih, kecewa, marah, semua rasa itu jadi satu di hatinya.

Berhari-hari kesedihan itu aku rasakan dan rasanya sangat pelik dan para sahabatku tak mau melihat aku terpuruk akan sayangku kepada Putra. Mereka burusaha membuatku melupakan masalah yang sedang aku hadapi. Dan menyarankanku tuk menghindari Putra namun, itu tak berhasil juga beberapa cara pun yang disarankan sahabat-sahabatku telah aku coba namun, hasilnya nihil bagiku.

Sampai akhirnya perjalanan cinta Putra dan Hima tak berlangsung lama karena suatu masalah. Putra tak bisa mempertahankan Hima lagi karena sikap Hima yang tak seperti dulu kepada Putra. Disitu jujur aku merasa senang tapi aku juga tak mau mereka putus karena aku tau Putra begitu mencintai Hima tapi nasi sudah menjadi bubur dan keputusan telah di ambil putra.

Sejak mereka putus persahabatku dengan Putra semakin dekat bahkan lebih dekat dari dulu. Aku senang dan bahagia karena dia telah kembali kepadaku namun, aku kesal kenapa sajak dia putus dengan Hima dia tak juga memberikan sinyal hijau kepadaku untuk melangkah. Putra terus menerus membuat perasaanku bingung akan perasaanya kepadaku.

aku tak mengerti status apakah yang cocok untuk aku dan Putra ? setiap ketemu kita biasa namun, dalam sms atau dunia maya sikapnya dia begitu lebih kepadaku. sebenarnya aku lelah dengan sikapnya Putra yang seperti itu padaku, andai saja kalau kejadiannya seperti ini aku ingin berteman saja dengan Putra karna sebelum semua ini terjadi kami bersahabat.. Sekarang ? Malah kacau. Hanya Tuhan yang tahu yang terjadi antara aku dan Putra

Aku lelah menanti cinta Putra yang tidak pasti, sebenarnya  aku lelah menanti dalam ketidak pastian. Aku ingin cinta yang nyata bukan angan-angan ataupun hayalan. Sekarang semuanya telah berlalu perkataan bisa saja hilang tapi kenangan gak kan pernah terlupakan, hanya ada kenangan yang tersisa antara aku dan Putra yang mampu membuat aku tersenyum dalam ketidak pastian cintanya Putra untuk ku.

0 komentar:

Posting Komentar